Minggu, 16 Oktober 2011

Sejarah Hidup Muhammad Saw (2): Pendamai Kaum Quraisy

Dari pernikahannya dengan Khadijah, ia memperoleh beberapa orang anak, laki-laki dan perempuan. Kematian  kedua anaknya, Al-Qasim  dan  Abdullah menimbulkan kedukaan yang begitu dalam. Anak-anaknya yang masih hidup semua perempuan.

Muhammad yang telah mendapat karunia Tuhan dalam perkawinannya dengan Khadijah, berada dalam kedudukan tinggi dan harta yang cukup. Seluruh penduduk Makkah memandangnya dengan rasa kagum dan hormat. Bicaranya sedikit, ia lebih banyak mendengarkan. Bila bicara selalu bersungguh-sungguh, tapi sungguhpun begitu, ia tidak melupakan ikut membuat humor  dan  bersenda-gurau. Tapi yang  dikatakannya itu selalu yang sebenarnya. 

Kadang ia tertawa sampai terlihat gerahamnya. Bila ia marah tidak pernah sampai  tampak  kemarahannya,  hanya  antara  kedua  keningnya tampak sedikit berkeringat. Ia bijaksana, murah hati dan mudah bergaul. Tapi ia juga berkemauan keras, tegas  dan tak pernah ragu-ragu dalam mencapai tujuannya.

Sifat-sifat yang demikian berpadu dalam dirinya dan meninggalkan  pengaruh yang dalam sekali pada orang-orang yang bergaul dengan dia. Bagi orang yang  melihatnya  tiba-tiba, sekaligus akan timbul rasa hormat, dan bagi orang yang bergaul dengan dia akan timbul rasa cinta kepadanya.

Pergaulan Muhammad dengan penduduk Makkah tidak terputus,  juga partisipasinya  dalam  kehidupan  masyarakat  hari-hari.  Pada waktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana banjir menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka'bah yang memang sudah lapuk.

Sudut-sudut Ka'bah  itu oleh Quraisy dibagi empat bagian. Tiap kabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali. Sebelum bertindak  melakukan perombakan itu mereka masih ragu-ragu, khawatir  akan  mendapat  bencana. Kemudian Walid bin Mughirah tampil ke depan  dengan  sedikit takut-takut. Setelah berdoa kepada  dewa-dewanya, ia mulai merombak bagian sudut selatan.

Orang-orang kemudian menunggu-nunggu apa yang akan dilakukan Tuhan nanti  terhadap Al-Walid. Namun ternyata sampai pagi tak terjadi apa-apa, mereka pun  ramai-ramai  merombaknya  dan  memindahkan batu-batu yang ada. Dan Muhammad ikut pula membawa batu itu.

Tiba  saatnya meletakkan  Hajar  Aswad yang disucikan di tempatnya semula di sudut timur, maka timbullah perselisihan di kalangan Quraisy, siapa  yang seharusnya mendapat kehormatan meletakkan batu itu di tempatnya. Demikian memuncaknya perselisihan itu sehingga hampir saja timbul perang saudara karenanya.

Abu Umayyah bin Mughirah dari Banu Makhzum, adalah orang  yang tertua  di  antara  mereka,  dihormati  dan  dipatuhi. Setelah melihat keadaan demikian, ia berkata, "Serahkanlah putusan ini di tangan orang yang pertama sekali memasuki pintu Shafa ini."

Tatkala mereka melihat Muhammad adalah orang pertama memasuki tempat itu, mereka berseru, "Ini Al-Amin, kami dapat menerima keputusannya."

Lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepadanya.  Muhammad mendengarkan  dan melihat di mata mereka betapa berkobarnya api permusuhan. Ia berpikir sebentar, lalu berkata,  "Kemarikan sehelai  kain!" 

Setelah kain dibawakan, dihamparkannya dan diambilnya batu  itu  lalu diletakkannya  dengan tangannya sendiri, kemudian berkata, "Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini."

Mereka  bersama-sama  membawa kain tersebut ke tempat batu itu akan diletakkan. Lalu Muhammad mengeluarkan batu itu dari kain dan  meletakkannya  di tempatnya. Dengan demikian perselisihan itu berakhir dan bencana dapat dihindarkan.

Selama bertahun-tahun  Muhammad  tetap  bersama-sama  penduduk  Makkah  dalam  kehidupan masyarakat  sehari-hari. Ia menemukan dalam diri Khadijah teladan wanita terbaik; dan telah melahirkan anak-anak seperti: Al-Qasim dan Abdullah, serta puteri-puteri seperti Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fatimah.

Tentang Qasim dan Abdullah tidak banyak yang diketahui, kecuali disebutkan bahwa mereka mati kecil pada zaman Jahiliyah dan tidak meninggalkan sesuatu  yang  patut  dicatat. Muhammad juga merasa sangat sedih ketika kemudian anaknya, Ibrahim, meninggal pula.

Ketika Zaid bin Haritsah didatangkan, dimintanya kepada Khadijah supaya dibelinya   kemudian dimerdekakannya. Waktu itu orang  menyebutnya  Zaid  bin Muhammad.  Keadaan  ini  tetap  demikian  hingga  akhirnya  ia menjadi  pengikut  dan sahabatnya yang terpilih.

Oleh Muhammad Husain Haekal

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites